Blog-ku
Kamis, Desember 18, 2008
PT. KAI COMMUTER JABODETABEK DAN FORMAT PSO
ASPEK LEGAL PENYELENGGARAAN PSO
1. UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
Badan Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau badan hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk perkeretaapian. (Pasal 1 Angka 10 UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian)
Penyelenggara sarana perkeretaapian adalah badan usaha yang mengusahakan sarana perkeretaapian umum. (Pasal 1 Angka 17 UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian)
Untuk pelayanan kelas ekonomi, dalam hal tarif angkutan yang ditetapkan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (2) huruf a lebih rendah daripada tarif yang dihitung oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian berdasarkan pedoman penetapan tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah, selisihnya menjadi tanggung jawab Pemerintah atau Pemerintah Daerah dalam bentuk kewajiban pelayanan publik. (Pasal 153 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian)
Pemisahan kontrak PSO menurut UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian sangat dimungkinkan, karena PT. KAI Commuter Jabodetabek khusus didirikan untuk perkeretaapian di Jabodetabek.
Dalam UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Pasal 215 dinyatakan:
Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3479) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
Pernyataan di atas memberikan pemahaman bahwa dasar hukum PSO selama ini yaitu SKB 3 Menteri dan SKB 3 Dirjen MASIH TETAP BERLAKU karena belum ada aturan penggantinya.
SKB 3 Menteri tersebut yaitu:
Keputusan Bersama Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor KM.19 Tahun 1999, Nomor 83/KMK.03/1999, Nomor KEP.024/K/03/ 1999 tentang Pembiayaan Atas Pelayanan Umum Angkutan Kereta Api Penumpang Kelas Ekonomi, Pembiayaan atas Perawatan dan Pengoperasian Prasarana Kereta Api, serta Biaya atas Penggunaan Prasarana Kereta Api.
Kemudian ditindaklanjuti dengan SKB 3 Dirjen:
Keputusan Bersama Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Direktur Jenderal Anggaran, dan Deputi Kepala Bappenas Bidang Prasarana Nomor SK.95/HK.101/DRJD/99, Nomor KEP-37/A/1999, Nomor 3998/D.VI/06/1999 tentang Pembiayaan Atas Pelayanan Umum Angkutan Kereta Api Penumpang Kelas Ekonomi, Pembiayaan atas Perawatan dan Pengoperasian Prasarana Kereta Api, serta Biaya atas Penggunaan Prasarana Kereta Api.
2. UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN
Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. (Pasal 1 Angka 1 UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN)
BUMN terdiri dari Persero dan Perum. (Pasal 9 UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN)
Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN. (Bab V Kewajiban Pelayanan Umum Pasal 66 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN)
Setiap penugasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan RUPS/Menteri. (Bab V Kewajiban Pelayanan Umum Pasal 66 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN)
3. Setiap tahun diterbitkan Peraturan Menteri Perhubungan yang isinya menugaskan PT. KA (Persero) dan PT. KAI Commuter Jabodetabek tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Angkutan Kereta Api Pelayanan Kelas Ekonomi.
Hal ini sudah dilakukan setiap tahun anggaran untuk PSO PT. KA (Persero), terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Angkutan Kereta Api Pelayanan Kelas Ekonomi Tahun Anggaran 2008.
4. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 69/PMK.02/2007 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Umum Bidang Angkutan Kereta Api Kelas Ekonomi.
PMK ini berlaku sepanjang subsidi dana penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum bidang angkutan kereta api kelas ekonomi masih dianggarkan/disediakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (Pasal 10)
Dalam pasal-pasal PMK tersebut menyebutkan PT. Kereta Api (Persero) sehingga perlu direvisi dengan menambahkan PT. KAI Commuter Jabodetabek.
STATUS PT. KAI COMMUTER JABODETABEK
Status PT. KAI Commuter Jabodetabek adalah anak perusahaan PT KA (Persero). PT. KAI Commter Jabodetabek adalah perusahaan yang berbadan hukum yang usahanya berbentuk perseroan terbatas, didirikan untuk mengelola kereta api komuter Jabodetabek.
TERDAPAT 2 PILIHAN DALAM KONTRAK PENYELENGGARAAN PSO, YAITU:
1. Pilihan pertama, Kontrak PSO dibuat 1 (satu) yaitu kontrak antara Pemerintah dengan PT. KA (Persero) dengan lingkup pekerjaan yang dipisahkan untuk:
a. angkutan kereta api kelas ekonomi antarkota dan perkotaan non Jabodetabek; dan
b. angkutan kereta api kelas ekonomi perkotaan dengan wilayah pelayanan di Jabodetabek yang pelaksanaannya dilakukan PT. KA (Persero) melalui anak perusahaannya yaitu oleh PT. KAI Commuter Jabodetabek.
Pilihan pertama mempertimbangkan bahwa proses pemisahan Kontrak PSO membutuhkan waktu yang cukup lama, karena harus membuat Permenhub dan merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang ada.
Jika pilihan pertama yang diambil, maka perlu diatur dalam klausul kontrak bahwa atas seizin PIHAK PERTAMA (Ditjen Perkeretaapian), PIHAK KEDUA (PT. KA (Persero)) diperbolehkan mensub-kontrakkan angkutan kereta api ekonomi perkotaan di wilayah Jabodetabek kepada PIHAK KETIGA dalam hal ini PT. KAI Commuter Jabodetabek.
2. Pilihan kedua, Kontrak PSO dibuat terpisah yaitu:
a. kontrak antara Pemerintah dengan PT. KA (Persero) dengan lingkup pekerjaan angkutan kereta api kelas ekonomi antarkota dan perkotaan non Jabodetabek; dan
b. kontrak antara Pemerintah dengan PT. KAI Commuter Jabodetabek dengan lingkup pekerjaan angkutan kereta api kelas ekonomi perkotaan dengan wilayah pelayanan di Jabodetabek.
PT. KAI Commuter Jabodetabek adalah bukan BUMN, karena sebagaimana UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, dinyatakan bahwa pendirian BUMN melalui Peraturan Pemerintah, dengan demikian PT. KAI Commuter Jabodetabek dapat disamakan dengan perusahaan swasta, untuk itu penugasan PSO kepada perusahaan bukan BUMN belum memiliki payung hukum.
Jumat, September 26, 2008
Aku tahu, amal-amalku tak mungkin dilakukan orang lain ... maka aku sibukkan diriku untuk beramal
Aku tahu, Allah selalu melihatku ... karenanya aku malu bila Allah mendapati ku melakukan maksiat
Aku tahu, kematian menantiku ... maka kupersesiapkan bekal untuk berjumpa dengan Rabb-ku
(Hasan Al-bashri)
Alunan Takbir menggema...agungkan asma-Nya
Untaian Tasbih menyapa alam semesta ... sucikan ke-Esa-an-Nya
Hari kemenangan kembali fitri ... raih predikat taqwa
Id mubaarok ... semoga senantiasa diberkahi
sambil mengucap ...
Taqoballahu Minaa Waminkum
Tagoballahu Yaa KariimKulla 'am wa antum bi khair
SELAMAT HARI RAYA "IDUL FITRI" 1 SYAWAL 1429 H
MOHON MAAF LAHIR BATIN
(Suranto & Keluarga)
Jumat, Agustus 29, 2008
TATANAN PERKERETAAPIAN NASIONAL
Kereta api menurut jenisnya terdiri atas:
a. kereta api kecepatan normal;
b. kereta api kecepatan tinggi;
c. kereta api monorel;
d. kereta api motor induksi linear;
e. kereta api gerak udara;
f. kereta api levitasi magnetik;
g. trem; dan
h. kereta gantung.

Perkeretaapian menurut fungsinya terdiri atas:
a. perkeretaapian umum, meliputi perkeretaapian perkotaan dan perkeretaapian antarkota
b. perkeretaapian khusus, digunakan secara khusus oleh badan usaha tertentu untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tersebut.
Tatanan perkeretaapian umum meliputi:
a. perkeretaapian nasional;
b. perkeretaapian provinsi; dan
c. perkeretaapian kabupaten/kota.
Tatanan perkeretaapian umum merupakan satu kesatuan sistem perkeretaapian yang disebut tatanan perkeretaapian nasional, dan harus terintegrasi dengan moda transportasi lainnya.
Mewujudkan Tatanan Perkeretaapian
Untuk mewujudkan tatanan perkeretaapian harus ditetapkan rencana induk perkeretaapian, terdiri atas:
a. rencana induk perkeretaapian nasional, yang disusun dengan memperhatikan:
1) rencana tata ruang wilayah nasional; dan
2) rencana induk jaringan moda transportasi lainnya.
Rencana perkeretaapian nasional disusun dengan mempertimbangkan mempertimbangkan kebutuhan angkutan perkeretaapian pada tataran transportasi nasional.
Rencana perkeretaapian nasional sekurang-kurangnya memuat:
1) arah kebijakan dan peranan perkeretaapian nasional dalam keseluruhan moda transportasi;
2) prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan;
3) rencana kebutuhan prasarana perkeretaapian nasional;
4) rencana kebutuhan sarana perkeretaapian nasional; dan
5) rencana kebutuhan sumber daya manusia.
b. rencana induk perkeretaapian provinsi, yang disusun dengan memperhatikan:
1) rencana tata ruang wilayah nasional;
2) rencana tata ruang wilayah provinsi;
3) rencana induk perkeretaapian nasional; dan
4) rencana induk jaringan moda transportasi lainnya pada tataran provinsi.
Rencana perkeretaapian provinsi disusun dengan mempertimbangkan mempertimbangkan kebutuhan angkutan perkeretaapian pada tataran transportasi provinsi.
Rencana perkeretaapian nasional sekurang-kurangnya memuat:
1) arah kebijakan dan peranan perkeretaapian provinsi dalam keseluruhan moda transportasi;
2) prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan pada tataran provinsi;
3) rencana kebutuhan prasarana perkeretaapian provinsi;
4) rencana kebutuhan sarana perkeretaapian provinsi; dan
5) rencana kebutuhan sumber daya manusia.
c. rencana induk perkeretaapian kabupaten/kota, disusun dengan memperhatikan:
1) rencana tata ruang wilayah nasional;
2) rencana tata ruang wilayah provinsi;
3) rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota;
4) rencana induk perkeretaapian provinsi; dan
5) rencana induk jaringan moda transportasi lainnya pada tataran kabupaten/kota.
Rencana induk perkeretaapian kabupaten/kota disusun dengan mempertimbangkan kebutuhan angkutan perkeretaapian pada tataran transportasi kabupaten/kota.
Rencana induk perkeretaapian kabupaten/kota sekurang-kurangnya memuat:
1) arah kebijakan dan peranan perkeretaapian kabupaten/kota dalam keseluruhan moda transportasi;
2) prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan pada tataran kabupaten/kota;
3) rencana kebutuhan prasarana perkeretaapian kabupaten/kota;
4) rencana kebutuhan sarana perkeretaapian kabupaten/kota; dan
5) rencana kebutuhan sumber daya manusia.
Penetapan Rencana Induk Perkeretaapian
Rencana induk perkeretaapian ditetapkan oleh:
a. Pemerintah untuk rencana induk perkeretaapian nasional;
b. pemerintah provinsi untuk rencana induk perkeretaapian provinsi; dan
c. pemerintah kabupaten/kota untuk rencana induk perkeretaapian kabupaten/kota.
ANGKUTAN MULTIMODA
Definisi angkutan multimoda masih mengandung pengertian yang belum jelas bagi semua pihak, namun menurut UU No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, angkutan multimoda adalah angkutan yang menggunakan paling sedikit 2 (dua) moda angkutan yang berbeda atas dasar perjanjian angkutan multimoda dengan menggunakan satu dokumen.
Menurut Konvensi International Multimoda Transport of Goods, Pasal 1 ayat (2), angkutan multimoda intinya adalah cara mengangkut barang dengan menggunakan sedikitnya 2 (dua) moda angkutan (yang berbeda) berdasarkan satu dokumen perjanjian angkutan multimoda, barang diangkut dari suatu tempat/negara ke suatu tempat/negara lain di mana barang akan diserahkan. Pada angkutan multimoda, barang yang diangkut, resiko yang timbul dialihkan ke pelaksana angkutan multimoda.
Dengan demikian perusahaan yang melaksanakan angkutan multimoda juga akan bertanggung atas barang yang diangkut, perusahaan ini adalah badan usaha angkutan multimoda yang biasa disebut freight forwarder.
Mengingat acuan hukum yang mengatur pelaksanaan angkutan multimoda belum banyak, masih seadanya, sifat aturannya masih terbatas dan berlaku pada tempat dan kondisi tertentu, sehingga aturan yang ada tersebut belum berlaku secara umum dan belum dapat dijadikan standar untuk tiap Negara.
Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Lalulintas dan Angkutan Kereta Api, sebagai tindak lanjut UU No. 23 Tahun 2007, akan diatur bahwa angkutan kereta api dapat merupakan bagian (sub-system) dari angkutan multimoda dan pelaksanaannya dilakukan oleh badan usaha angkutan multimoda. Perjanjian angkutan multimoda dilaksanakan antara penyelenggara sarana perkeretaapian dengan badan usaha angkutan multimoda dan penyelenggara moda lain. Jika dalam perjanjian angkutan multimoda yang menggunakan angkutan kereta api tidak diatur secara khusus mengenai kewajiban penyelenggara sarana perkeretaapian, maka ketentuan yang berlaku adalah ketentuan dalam angkutan kereta api.
Selasa, Agustus 26, 2008
PERKERETAAPIAN KHUSUS
Sesuai dengan UU No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian bahwa penyelenggaraan perkeretaapian khusus hanya digunakan secara khusus oleh badan usaha tertentu untuk menunjang kegiatan pokoknya dan diselenggarakan di dalam kawasan tertentu, misalnya kawasan pertambangan, kawasan perkebunan, dll, serta tidak digunakan untuk melayani masyarakat umum. Penyelenggaraan (pembangunan/pengadaan, pengoperasian, perawatan, dan pengusahaan) tidak melalui pelelangan oleh pemerintah.
Sebelum badan usaha akan menyelenggarakan perkeretaapian khusus, badan usaha tersebut harus telah memiliki izin usaha (bukan izin usaha perkeretaapian khusus tetapi izin usaha pokok),
Dengan demikian kalau badan usaha hanya ingin menyelenggarakan perkeretaapian untuk angkutan barang tertentu/khusus, maka dapat dikategorikan sebagai penyelenggaraan perkeretaapian umum, untuk itu izin usahanya adalah perkeretaapian umum.
Pengertian khusus di sini adalah dalam kawasan tertentu, tidak melewati kawasan umum, dan tidak keluar dari kawasan kegiatan pokok badan usaha yang menyelenggarakannya.
Dengan demikian jika penyelengaraannya keluar dari kawasan kegiatan pokoknya masuk dalam kategori perkeretaapian umum, yang penyelenggaraannya sesuai dengan Perpres 67 tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, harus dilakukan melalui pelelangan.
Jumat, Agustus 08, 2008
TIP MUDIK LEBARAN DENGAN KERETA API
- Jangan bepergian mendekati Lebaran.
- Pastikan waktu keberangkatan, dan segera pesan karcis kereta api jauh-jauh hari (30 hari sebelum berangkat, karcis sudah dapat dipesan).
- Bawalah barang bawaan dan uang tunai secukupnya, jika anda memegang kartu ATM gunakan seperlunya sesampai di tempat tujuan).
- Jangan memakai perhiasan yang berlebihan.
- Hati-hati dengan pemberian orang yang tidak anda kenal (permen, minuman, dsb).
- Nikmati perjalanan anda.
DAN INGAT .......!
DILARANG BERADA DI ATAP KERETA API, LOKOMOTIF, KABIN MASINIS
PENUMPANG KERETA API WAJIB BERPERILAKU TERTIB
MEMBELI KARCIS ADALAH BUDAYA KITA, AKAN MENJAMIN PERJALANAN ANDA
HATI HATI DI PERLINTASAN KERETA API
BERHENTI TERLEBIH DAHULU
TENGOK KIRI-KANAN
PASTIKAN AMAN
JALAN
Minggu, Juni 15, 2008
Membantu mengatasi kemacetan di Jakarta
Jakarta sebagai Ibukota Negara memiliki jumlah penduduk terpadat di Indonesia, tahun 2006 berdasarkan data dari BPS tercata bahwa jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta 8.961.680 jiwa. Jumlah orang yang melakukan pergerakan berbeda untuk waktu siang dan malam hari. Jumlah perjalanan orang untuk siang hari meningkat sangat tajam karena sebagian orang yang melakukan perjalanan datang dari wilayah sekitarnya seperti Kab/Kota Bekasi, Kab/Kota Bogor, Kota Depok, dan Kab/Kota Tangerang.
Sebagai pusat kegiatan, Jakarta merupakan wilayah yang paling tinggi mobilitasnya. Mobilitas masyarakat dilayani dengan bermacam sarana angkut yaitu kereta api, bus kota (termasuk busway), angkutan kota lainnya, yang mengantarkan orang/penumpang dari tempat satu ke tempat lain sesuai dengan tujuan perjalanannya.
Besarnya mobilitas dan terbatasnya infrastruktur, Jabodetabek selalu dihadapkan pada masalah klasik yaitu kemacetan lalulintas, meskipun saat ini Pemerintah Provinsi Jakarta telah menerapkan manajemen lalulintas melalui pembatasan jumlah penumpang kendaraan pribadi, “three in one”, dan sedang mengembangkan jalur-jalur angkutan massal berbasis jalan seperti busway, namun kemacetan tidak berkurang. Hal ini karena tingkat penggunaan kendaraan pribadi dan sepeda motor masih sangat tinggi akibat angkutam umum masal yang belum nyaman dan belum dikembangkannya busway hingga ke wilayah sekitar Jakarta, sehingga peran angkutam umum masal seperti busway yang diharapkan sebagai penetrasi masih belum kelihatan.
Upaya mengatasi kemacetan Jakarta dengan berbagai manajemen lalulintas yang sophisticated tampak belum mebuahkan hasil, karena upaya-upaya yang dilakukan masih bersifat sektoral. Untuk itu upaya mengatasi kemcetan harus melibatkan berbagai instansi dan harus mengesampingkan ego sektoral.
2. KEBUTUHAN TRANSPORTASI KA JABODETABEK
Dengan terbatasnya prasarana (jaringan KA) yang ada, peran kereta api Jabodetabek masih sangat kecil, meskipun Jakarta telah memiliki jalur lingkar dan tengah, serta 4 jalur yang menghubungkan wilayah sekitarnya menuju Bogor/Depok, Tangerang, dan Bekasi. Kendala yang dihadapi KA Jabodetabek dewasa ini antara lain jaringan yang masih campur antara KA komuter dengan KA jarak jauh, sering terjadi kecelakaan terutama yang disebabkan oleh faktor dari luar seperti banjir, dan gangguan listrik aliran atas akibat tertimpa pohon tumbang, dan rawannya pencurian kabel sinyal, kualitas pelayanan rendah, jumlah armada terbatas dan sudah tua, waktu tempuh lama, belum terpadu dengan moda transportasi lain, dan penyelenggaraan KA masih single operator. Kendala-kendala tersebut sangat berpengaruh.pada jumlah penumpang/share KA 2%-3% dari keseluruhan jumlahpenumpang di Jabodetabek.
KA Jabodetabek mengangkut penumpang per hari 500.000 penumpang, dengan pelayanan headway mencapai 5-10 menit. Hingga tahun 2010 dengan peningkatan jumlah sarana diharapkan akan melayani penumpang dengan headway 3-6 menit dan penumpang yang diangkut pun akan meningkat.
Upaya peningkatan kenyamanan penumpang yang harus melakukan perpindahan moda, mutlak harus dipikirkan dan disediakan, baik penyediaan infrastruktur maupun penciptaan system yang baik antar penyelenggaran angkutan massal di Jakarta melalui peran pemerintah sebagai mediator.
Banyak dan beragamnya daya beli dan tingkat kehidupan masyarakat di Jabodetabek, masih menuntut penyediaan pelayanan dalam segmen-segmen yang berbeda, yaitu pelayanan ekonomi dan non ekonomi. Jenis pelayanan yang berbeda, terletak pada fasilitas yang disediakan oleh para operator untuk memberikan kenyamanan yang lebih sesuai dengan tarif yang dibayar oleh penumpang.
Untuk melayani penumpang pemerintah telah menyediakan KRL AC yang melayani Jakarta-Bogor dan Jakarta-Bekasi dengan tariff yang relative murah yaitu Rp. 6.000,- Upaya ini dimaksudkan untuk menarik penumpang dari moda lain sehingga mengurangi kemacetan.
3. KONDISI PERKERETAAPIAN JABODETABEK
a. Jumlah Penumpang dan Perkiraan Jumlah Perjalanan
Jumlah penumpang KA di Jakarta secara keseluruhan, menurut Jakarta Dalam Angka 2006/2007, pada tahun 2006 mencapai 123.188.270 penumpang yang terdiri atas penumpang luar kota menuju Jakarta 7.676.839 penumpang, penumpang menuju luar kota 10.931.711 penumpang, dan penumpang Jabotabek 104.579.720 penumpang.
b. Prasarana kereta api.
Jaringan KA di Jakarta masih belum dipisahkan antara KA komuter dan KA jarak jauh, meskipun semua sudah double track (kecuali jalur ke Tangerang), bercampurnya pengoperasian ini membuat pelayanan KA komuter kurang optimal terutama frekuensi, karena berbagi kapasitas antara KA komuter dan KA jarak jauh.
Jaringan pelayanan KA komuter yang ada menghubungkan antara Jakarta dengan Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) dengan lintas pelayanan KA komuter, yaitu:
- Manggarai – Depok – Bogor
- Jatinegara – Bekasi
- Tanah Abang – Serpong, dan
- Duri – Tangerang.
Disamping 4 jalur tadi masih terdapat jalur Jakartakota-Tanjung Priok, dan rencana jalur baru dari Angke menuju Bandara Soekarno-Hatta.
Panjang masing-masing lintas adalah: jalur lingkar 29,7 km, jalur Manggarai-Depok 44,9 km, jalur tengah (Manggarai-Jakarta Kota) 9,9 km, jalur Jatinegera-Bekasi 14,8 km, Jalur Tanah Abang-Serpong 23,3 km, Jalur Duri-Tangerang 19,3 km, Jalur Kampung Bandan-Tanjung Priok 6,7 km, dan Kampung Bandan-Jakarta Kota 1,4 km.
c. Sarana kereta api.
Sarana KA Jabodetabek terdiri atas KRL AC dan non AC dengan jumlah secara keseluruhan mencapai 500 unit, yang terdiri atas KRL non AC 280 unit dan KRL AC 220 unit.
4. REVITALISASI PERKERETAAPIAN DI JABODETABEK
Pudarnya kesadaran publik mengakibatkan menurunnya vitalitas perkeretaapian. Untuk itu pemerintah sedang berupaya untuk merevitalisasi perkeretaapian agar menuju kinerja KA yang lebih baik dengan target peningkatan angkutan perkotaan Jabodetabek dari 104,42 juta pnp/thn pada tahun 2006 menjadi 141,73 juta pnp/thn pada tahun 2010.
Revitalisasi KA Jabodetabek ditujukan untuk:
a. meningkatkan pelayanan KA (kapasitas, kenyamanan, dan optimalisasi jaringan)
b. meningkatkan kualitas transportasi (mengurangi kemacetan, mengurangi konsumsi BBM, mengurangi polusi, dan mengurangi waktu perjalanan).
Selain hal tersebut di atas, UU No. 23 tahun 2007 juga mengamanatkan kepada Pemerintah untuk menyehatkan PT KA yang hingga kini masih merupakan BUMN satu-satunya yang menyelenggarakan perkeretaapian. Upaya penyehatan yang dilakukan antara lain akan dilakukannya inventarisasi aset serta audit kinerja dan keuangan. Penyehatan ini dimaksudkan untuk menyiapkan PT. KA mengahadapi masuknya operator baru dalam bisnis perkeretaapian. Kerja besar lain yang akan dilakukan pemerintah dalam rangka revitalisasi perkeretaapian adalah melakukan pemisahan (spin off) KA Jabodetabek.
Revitalisasi perkeretaapian Jabodetabek difokuskan pada kegiatan:
a. Penyempurnaan pola operasi dan pengembangan fasilitas jalur lingkar (loop line)
b. Pemisahan KA jarak jauh dengan KA kommuter (Double double track/DDT Manggarai – Bekasi dan elektrifikasi jalur Bekasi -Cikarang)
c. Akses kereta api menuju Bandara Soekarno-Hatta (Integrasi KA dengan angkutan udara)
d. Pembangunan jalur KA dari Stasiun Pasoso menuju Pelabuhan Tanjung Priok (integrasi KA dengan angkutan laut)
e. Pembangungunan double track lintas Tanah Abang-Serpong-Maja-Rangkasbitung dan Pilot Project Penggunaan Sistem Tiket Elektronik.
f. Membangun jalur baru mass rapid transit (MRT) lintas Lebak Bulus-Dukuh Atas-Jakarta Kota
Penjelasan terhadap masing-masing kegiatan adalah sebagai berikut:
a. Penyempurnaan pola operasi jalur lingkar (loop line) dan pengembangan fasilitas.
Jalur lingkar menghubungkan Jatinegara – Manggarai - Tanah Abang – Duri - Angke – Kampungbandan – Kemayoran – Pasarsenen – Jatinegara.
Pola jalur melingkar ini masih dalam penyempurnaan mengingat jalur lingkar ini belum sepenuhnya berfungsi sebagai loop line karena belum tersambungnya Pondok Jati dengan Manggarai (short cut) dan belum dipisahnya jalur Bogor dan Jalur Tengah (Manggarai-Jakarta Kota).
Disamping penyempurnaan loop line, secara bertahap Pemerintah juga sedang mengembangkan fasilitas yang berada di jalur ini. Fasilitas-fasilitas yang sedang dibangun untuk mendukung pengoperasian KA jalur lingkar antara lain:
1) Meningkatkan fasilitas operasi, dengan revitalisasi beberapa stasiun
Stasiun sebagai tempat untuk naik/turun penumpang beberapa diantaranya masih kurang layak, terlihat kumuh, dan belum tertata baik, sehingga kurang nyaman karena penyediaan prasarana dan sarana masih kurang memadai maupun penciptaan sistem yang baik masih kurang mendapat perhatian. Hal ini diakibatkan karena tidak dijangkaunya kawasan stasiun tersebut (terisolir). Stasiun yang demikian lama-kelamaan menurun vitalitasnya. Penurunan vitalitas berdampak pada menurunnya kinerja dan produktifitas jasa perkeretaapian. Lambat-laun seiring dengan berjalannya waktu akan diikuti dengan menurunnya nilai properti akibat rusaknya bentuk dan fungsi stasiun, karena terjadinya degradasi kualitas lingkungan dan kerusakan bentuk dan ruang kawasan stasiun.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk:
a) mendukung dan memfasilitasi wilayah-wilayah yang sudah berkembang atau yang akan dikembangkan yang mempunyai tarikan dan bangkitan perjalanan tinggi sehingga memudahkan masyarakat melakukan mobilitas.
b) meningkatkan peran stasiun dan menghidupkan kembali stasiun-stasiun dalam kota Jakarta yang potensial dan stasiun lain di kawasan Jabodetabek dalam rangka mendukung pengoperasian KA jalur lingkar dan KA Bandara.
c) menemukan kembali potensi yang dimiliki atau pernah dimiliki atau seharusnya dimiliki oleh bangunan stasiun baik dari segi sosio-kultural, sosio-ekonomi, segi fisik, dan lingkungan.
d) membantu menciptakan kesan Jakarta sebagai ibukota negara dengan menghadirkan stasiun-stasiun yang representatif dan nyaman.
e) memberikan peningkatan kualitas pelayanan, aksesibilitas, dan kemudahan melakukan perpindahan moda.
f) Mereduksi penumpang tak berkarcis.
g) memberdayakan stasiun-stasiun, menghidupkan kembali aktivitas dan vitalitas di stasiun, serta mewujudkan stasiun yang layak dan representative.
Melalui penyempurnaan pola operasi jalur lingkar (loop line) dan pengembangan fasilitas diharapkan operasi KA dapat optimal, terpadu dengan moda lain dalam kesatuan system transportasi makro Jakarta, mampu menarik orang untuk menggunakan KA, dan menjadikan KA mempunyai daya saing yang tinggi.
2) Revitalisasi pada perlintasan sebidang dengan pembangunan baru perlintasan baik elevated crossing maupun elevated track.
b. Pemisahan KA jarak jauh dengan KA kommuter (Double double track/DDT Manggarai – Bekasi dan elektrifikasi jalur Bekasi -Cikarang)
Double-double track Manggarai – Bekasi ditujukan untuk memisahkan operasi KA antarkota dan KA komuter, sehingga perjalanan kereta api tidak saling mengganggu. DDT ini direncanakan hingga Stasiun Cikarang. Untuk tahap I sepanjang 18 km merupakan DDT dari Manggarai-Bekasi dan elektrifikasi dari Bekasi-Cikarang sepanjang 17 km. Tahap berikutnya DDT dari Bekasi-Cikarang.
c. Akses kereta api menuju Bandara Soekarno-Hatta (Integrasi KA dengan angkutan udara)
Berdasarkan data jumlah penumpang angkutan udara di Bandara Soetta pada tahun 2006 telah mencapai 28,96 juta penumpang dan perkiraan pada tahun 2015 akan mencapai 58 juta penumpang. Selain KA Bandara ini membidik penumpang angkutan udara, juga karyawan yang bekerja di lingkungan Bandara yang mencapai kurang lebih 38 ribu orang, sehingga pergerakan orang ke dan dari Bandara Soetta cukup tinggi.
Akses menuju Bandara Soetta hanya satu alternatif yaitu melalui jalan raya, baik jalan tol maupun jalan non tol yang saat ini kelancaran lalulintasnya sangat tergantung pada kondisi alam, dimana pada musim penghujan sering terandam air (banjir). Sebagai Bandara yang dikunjungi oleh lebih dari 10 juta orang sudah selayaknya dilengkapi dengan fasilitas angkutan KA sebagai alternatif selain jalan raya.
Pebangunan jalan rel menuju Bandara Soetta ini dimulai dari Stasiun Angke dan menuju Bandara Soetta yang terkoneksi dengan jaringan jalur KA Jabodetabek. Pihak yang selama ini berminat adalah PT. Railink yang merupakan perusahaan patungan antara PT. KA (Persero) dengan PT. AP II (Persero)
d. Pembangunan jalur KA dari Stasiun Pasoso menuju Pelabuhan Tanjung Priok (integrasi KA dengan angkutan laut)
Pelabuhan Tanjung Priok merupakan salah satu pelabuhan utama untuk kegiatan ekspor/impor, sehingga arus keluar/masuk peti kemas sangat tinggi. Sementara ini jaringan KA yang ada hanya sampai di Stasiun Pasoso, mengingat angkutan KA sangat tepat untuk angkutan peti kemas mengingat murah, aman, dan tidak menimbulkan kemacetan lalulintas di jalan raya, pemerintah ingin agar jalur KA dapat masuk hingga sisi dermaga.
Disamping itu mengungat peranan angkutan KA dalam penyelenggaraan angkutan peti kemas dari dan ke pelabuhan Tanjung priok masih sangat kecil (1 KA per hari yang terdiri atas 17 gerbong yang hanya mengangkut 34 TEUS).
Jarak Stasiun Pasoso dengan pelabuhan Tanjung Priok adalah 2,2 km (dermaga JITC/KOJA), karena belum adanya jalur KA ke dermaga tersebut, peti kemas yang diangkut dengan KA harus diturunkan di TPK Pasoso, kemudian diangkut dengan trailer menuju dermaga JICT/KOJA. Akibat double handling ini, biaya dan waktu angkut meningkat sehingga tidak kompetitif terhadap moda angkutan jalan raya.
Dengan dibangunnya jalur KA Pasoso ke pelabuhan Tanjung Priok diharapkan dapat:
- meningkatkan peranan KA sebagai sarana angkutan peti kemas ke pelabuhan.
- Mengurangi kemacetan lalulintas di sekitar pelabuhan Tanjung Priok.
- Mengurangi tingkat kerawanan/gangguan terhadap angkutan peti kemas di jalan raya.
- Meningkatkan arus keluar/masuk barang di pelabuhan Tanjung priok.
e. Pembangungunan double track lintas Tanah Abang-Serpong-Maja-Rangkasbitung dan Pilot Project Penggunaan Sistem Tiket Elektronik.
Pertumbuhan dan perkembangan perumahan di wilayah Serpong dan sekitarnya hingga ke Rangkasbitung dan pertumbuhan jumlah angkutan batubara yang melintas jalur ini. Mengingat perjalanan komuter dari daerah ini sangat besar akibat pesatnya pembangunan perumahan, Pemerintah telah mengembangkan jalur ini menjadi double track hingga ke Serpong, dan ke depan akan diperpanjang hingga ke Rangkasbitung.
Selain double track untuk mengurangi penumpang yang tidak berkarcis, lintas ini telah menerapkan sistem tiket elektronik yang merupakan pilot project Pemerintah.
Seiring dengan peningkatan frekuensi KA dan pertumbuhan lalulintas kendaraan, ke depan pemerintah berkeinginan jalur Serpong ini bangun elevated karena banyaknya jumlah pintu perlintasan yang berpotensi terjadinya kemacetan lalulintas dan kecelakaan antara KA dengan kendaraan.
Tujuan pengembangan jalur ini adalah:
- meningkatkan kapasitas untuk memenuhi pertumbuhan permintaan baik penumpang dan barang.
- Mengurangi waktu tempuh and untuk menyediakan sistem operasi yang memiliki level keselamatan yang tinggi.
- Untuk mendukung pelayanan umum dan pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan keselamatan, tepat waktu dan angkutan yang murah bagi masyarakat.
- Mengurangi kemacetan jalan raya.
f. Membangun jalur baru mass rapid transit (MRT) lintas Lebak Bulus-Dukuh Atas-Jakarta Kota
Semakin padatnya arus kendaraan yang melintas di koridor Lebakbulus-Dukuh Atas-Jakarta Kota, terutama pada jam-jam sibuk Jakarta dihadapkan pada kemacetan yang parah. Akibat kemacetan, tidak hanya perjalanan kurang yang dilakukan nyaman, tetapi pemerintah DKI juga dihadapkan pada masalah pencemaran udara yang serius. Pengembangan jalur busway yang dilakukan oleh Pemerintah DKI masih belum mengurangi minat masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadinya, bahkan cenderung semakin meningkat.
MRT di koridor ini direncanakan dengan heavy rail sepanjang 20,45 km antara Lebakbulus-Jakarta Kota. Pada tahap awal MRT akan dibangun untuk lintas Lebakbulus-Dukuh Atas 14,3 km, yang terintegrasi dengan jalur KA Jabodetabek dan rencana KA Bandara Soetta.
Pembangunan MRT ini dilaksanakan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan dana pinjaman dari JBIC. Saat ini pembangunannya sudah memasuki seleksi konsultan untuk pekerjaan disain rinci.
Dengan adanya MRT ini diharapkan:
- Mengurangi kemacetan jalan raya.
- Penyiapkan pelayanan angkutan umum yang efisien dan sistem angkutan feeder.
- Untuk meningkatkan perjalanan komuter pada jalur KA eksisting dan sistem transportasi jalan raya.
- Untuk mendukung tumbuhnya perekonomian, dengan kesempatan kerja, dll.
- Untuk mempromosikan swastanisasi perkeretaapian di Indonesia, paling tidak terdapat operator lain selain PT. KA.
5. TINDAKAN MENDESAK
Dalam rangka mengahadapi masuknya operator baru dalam bisnis perkeretaapian, Pemerintah diamanatkan untuk secepatnya menyehatkan PT. KA sebagai satu-satunya BUMN perkeretaapian. Karena dalam UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian saatnya terbuka bagi Pemda dan Swasta untuk menyelenggarakan bisnis perkeretaapian.
Kerja besar lain yang akan dilakukan pemerintah dalam rangka revitalisasi perkeretaapian adalah melakukan pemisahan (spin off) KA Jabodetabek.
Integrasi angkutan untuk mendukung system transportasi makro Jakarta, dengan menyiapkan KA yang lebih representative untuk mewujudkan pelayanan yang terpadu. Keterpaduan dapat dilaksanakan antaroperator dengan menciptakan jaringan pelayanan dan system tiket yang terintegrasi.
Dengan keterpaduan tiket, menurut hitungan mestinya harus lebih murah, karena jika penumpang diharuskan membayar dua kali untuk moda yang berlainan tiketnya akan mahal, dan akibatnya orang tidak akan tertarik menggunakan pelayanan moda transportasi dengan system tiket terpadu.
6. PELUANG USAHA OLEH SWASTA
Dengan diuandangkannya UU No. 23/2007 tentang Perkeretaapian, kini terbuka peluang pihak lain sebagai penyelenggara perkeretaapian baik sebagai pihak yang membangun, mengoperasikan, memelihara dan merawat.
Di satu sisi pemerintah sedang menyiapkan perangkat lunak yang mengatur mengenai mekanisme dan prosedur perizinan penyelenggaraan perkeretaapian.
7. KESIMPULAN
Kereta api yang semula hanya sebagai alternatif diharapkan menjadi tulang punggung. Melalui program revitalisasi baik kelembagaan maupun pembangunan, pemerintah berharap KA yang semula hanya sebagai alternative akan menjadi tulang punggung transportasi di Jabodetabek dan kemacetan jalan raya dapat dikurangi, sehingga perbaikan lingkungan kota karena polusi akan menghasilkan produktifitas kerja.