Blog-ku

Isi blog ini sekedar informasi bagi yang belum mengetahui...., silakan diambil untuk referensi jika membutuhkannya...

Selasa, April 02, 2019

PELAYANAN KERETA API DAN SUBSIDI ANGKUTAN KERETA API


Perkeretaapian menurut JARINGAN pelayanannya terdiri atas:
1. Perkeretaapian antarkota
2. Perkeretaapian perkotaan

Kereta api menurut CIRI-CIRI pelayanan terdiri atas:
1. KA Antarkota
2. KA Perkotaan

Kereta api menurut SIFAT pelayanan terdiri atas:
1. KA Komersial (KA non-ekonomi dan ekonomi, tarif ditetapkan operator)
2. KA Penugasan (KA ekonomi, tarif ditetapkan pemerintah)

Dengan demikian untuk KA Ekonomi terdiri atas:
1. KA ekonomi komersial
2. KA ekonomi penugasan

KA yang mendapat penugasan HANYA KA ekonomi, biasanya untuk kereta yang dioperasikan oleh PT.KAI dengan nomor kereta yang didahului dengan K3

KA menurut KELAS pelayanan terdiri atas:
1. KA Ekonomi yaitu KA yang pelayanannya sekurang-kurangnya sama dengan SPM (standar pelayanan minimum).
2. KA Non-ekonomi yaitu KA yang pelayanannya di atas SPM (standar pelayanan minimum).

Dengan demikian yang membedakan KA Ekonomi dan KA Non-ekonomi baik KA Antarkota maupun KA Perkotaan adalah pelayanan yang diperoleh oleh penumpang, baik pelayanan di stasiun maupun dalam perjalanan.

Apakah KA Ekonomi pelayanannya boleh di atas SPM? Sangat diperbolehkan. Jika pelayanan yang diberikan lebih dari standar pelayanan minimum yang ditetapkan artinya pelayanan yang diberikan adalah pelayanan prima.

KA ekonomi komersial jika tarifnya ditetapkan oleh operator, sedangkan KA ekonomi penugasan jika tarifnya ditetapkan oleh pemerintah. Ketika Pemerintah menetapkan tarif untuk KA ekonomi penugasan, hal pokok yang menjadi pertimbangan adalah ATP (kemampuan untuk membayar) dan WTP (keinginan untuk membayar) masyarakat.

Jenis penugasan/Subsidi terdiri atas:
1. subsidi PSO (pemerintah membayar selisif tarif antara yg ditetapkan oleh operator dengan yang ditetapkan oleh pemerintah).
2. subsidi Perintis (pemerintah membayar selisih antara biaya yang dikeluarkan oleh operator untuk mengoperasi KA dgn pendapatan yg tarifnya ditetapkan pemerintah).

Tarif KA mempertimbanagan komponen pembentuk tarif yaitu modal, biaya operasi, biaya perawatan dan keuntungan.
Pemerintah membuat pedoman untuk perhitungan dan penetapan tarif angkutan KA.

LINTAS PELAYANAN KERETA API DAN GAPEKA


Angkutan kereta api merupakan kegiatan memindahkan orang/barang dengan kereta api dari stasiun awal ke stasiun tujuan.

Stasiun awal merupakan tempat dimana orang/barang mulai mengawali perjalanan atau pengiriman barang.

Stasiun tujuan merupakan tempat dimana orang/barang mengakhiri perjalanan (tiba).

Lalulintas kereta api merupakan gerak kereta api di jalur kereta api.

Angkutan kereta api dilaksanakan di jaringan jalur kereta api dalam lintas pelayanan yg membentuk jaringan pelayanan. Dengan demikian jaringan pelayanan adalah sekumpulan lintas pelayanan.

Sementara dalam lintas pelayanan mempunyai kapasitas lintas, yang merupakan banyaknya KA per satuan waktu (misal per hari). Kapasitas lintas sangat dipengaruhi oleh kondisi jalur, persinyalan, lama pelayanan, kecepatan baik kecepatan disain jalur maupun kecepatan kereta, dll.

KA berjalanan sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan baik jadwal yang sifatnya permanen maupun temporer. Sekumpulan jadwal-jadwal KA dibuatkan grafik perjalanan kereta api sebagaimana yang umumnya dikenal dengan Gapeka. Dengan demikian Gapeka dapat memuat rencana perjalanan KA (slot-slot) dalam lintas pelayanan. Rencana perjalanan KA dituangkan bentuk garis-garis yang menggambarkan waktu berangkat/tiba, stasiun penyusulan/persilangan, stasiun berhenti, dll.

Lintas pelayanan dapat diartikan sebagai ruang dan simpul dimana KA melakukan perjalanan.

Yang mirip dengan lintas pelayanan adalah:
-       Trayek untuk moda darat (angkutan penumpang),
-       Lintas untuk moda darat (angkutan barang),
-       Lintas Penyeberangan untuk kapal penyeberangan,
-       Alur Pelayaran untuk kapal laut,
-       Rute Penerbangan untuk pesawat udara.

Dimensi lintas pelayanan KA adalah ruang (jalur KA) dan simpul (stasiun).

Mengingat kapasitas lintas sangat terbatas, maka perjalanan KA dalam lintas pelayanan diatur dalam waktu-waktu (slot) termasuk stasiun berhenti, bersilang, dan bersusulan). Slot-slot waktu perjalanan ini utuk mempermudah pembacaan digambarkan dalam garis-garis. Inilah yg disebut Gapeka.

Kalau lintas pelayanan berdimensi ruang dan simpul, Gapeka sudah menambahkan satu dimensi lagi, yaitu waktu. Garis-garis pada Gapeka adalah gambaran slot perjalanan KA yang mengisi lintas pelayanan.

Kantong waktu, keterlambatan dan ATP


masih ingat kantong waktu? 

Filosofi dasar:
-       Kereta tidak boleh berangkat dari stasiun lebih cepat dari jadwal, terutama di stasiun naik turun penumpang.
-       Pada jalur dengan sistem persinyalan manual.
-       Tidak pada sistem persinyalan otomatis dan dilengkapi sistem proteksi ATP dan sejenisnya.

Kantong waktu bisa terjadi karena adanya selisih "kecepatan maksimum jalur" dengan "kecepatan operasional".

Tujuannya kantong waktu untuk mengejar keterlambatan.

Jika kecepatan operasional ditetapkan 80% dari kecepatan maksimum jalur, maka dapat dibuat exercise cara menghitung kantong waktu.

Misal:

Jarak Stasiun A ke Stasiun B adalah 50 km.
Kecepatan maks jalur 100 km/jam
Kecepatan operasional kereta ditetapkan 80 km/jam.

Jika kecepatan operasional ditetapkan sama dengan kecepatan maksimum jarur, maka jarak 50 km dapat ditempuh dalam waktu 30 menit lebih, lebih di sini karena memperhitungkan waktu percepatan dan waktu perlambatan.
(dalam kasus ini waktu percepatan dan waktu perlambatan kita abaikan).

Karena kecepatan kereta dibatasi hanya 80 km/jam, maka 50 km dapat ditempuh dalam waktu: (50 km x 60 menit) / 80 km = 37,5 menit.
Sehingga jika ada KA terlambat, maka di km berikutnya dapat mengejar keterlambatan dengan memacu kecepatan di atas kecepatan operasional tapi dibawah kecepatan maksimum jalur. Harapannya perjalanan KA yang terlambat akan menjadi tepat kembali.

Konsep kantong waktu dapat dihilangkan dengan menambah waktu tempuh operasional, sehingga ketika kereta tiba distasiun lebih cepat, maka KA akan tetap diberangkatkan sesuai waktu keberangkatannya dengan demikian tidak ada kesan kereta terlambat.

Namun jika sistem sudah menggunakan ATP dan sejenisnya hal di atas tdk dapat dilakukan, karena sistem akan memproteksi dari pelanggaran kecepatan yang telah diinput dalam sistem ATP.

Kenapa terjadi kelambatan KA yang holistik ?


Jika ada keterlambatan perjalanan KA sebenarnya tidak berpengaruh terhadap kereta lain, asal KA yang terlambat, sekalipun KA eksekutif, tidak diprioritaskan atau mengorbankan KA yg kelasnya lebih rendah, karena perjalanan KA sudah mengikuti jadwal yang rigid.

Prioritas untuk mendahulukan KA yang terlambat karena kelasnya lebih tinggi akan membuat KA lain yang tadinya tepat akan terlambat, sehingga akan membuat keterlambatan KA yang holistik.

Operator yang monopoli cenderung tidak mau merobah kebijakan prioritas KA atas KA yang lain. Operator yang multi tidak akan mengorbankan KA yang sudah tepat waktu untuk disusul atau disilang oleh KA yang terlambat. Kalau perlu setiap KA yg sudah terlambat segera dibuatkan jadwal baru tanpa merobah jadwal KA lain yg sudah tepat waktu.

Operator sarana bisa mengklaim kerugian jika perjalanan KA-nya dibuat "terlambat" karena harus disusul/disilang oleh KA lain yang punya kelas lebih tinggi tapi terlambat. Hal tersebut, disamping akan merugikan operator sarana juga akan mengacaukan jadwal perjalanan kereta api.

Kamis, Maret 28, 2019


PSO (Public Service Obligation) dan Subsidi Angkutan Perintis menurut UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian

PSO
Terdapat banyak definisi tentang PSO tergantung dari tujuan PSO itu sendiri. Dalam UU 23/2009, definisi PSO adalah kewajiban pemerintah untuk memberikan pelayanan angkutan kereta api kepada masyarakat dengan tarif yang terjangkau.

Masyarakat memiliki hak dasar berupa kebutuhan angkutan, sedangkan pemerintah mempunyai kewajiban menyediakan angkutan dengan menetapkan lintas pelayanan kepada masyarakat khususnya masyarakat yang daya belinya masih rendah.

Dalam menyediakan kebutuhan angkutan tersebut, jika masyarakat dinilai belum mampu membayar tarif yang ditetapkan oleh penyelenggaran sarana perkeretaapian, pemerintah menetapkan tarif angkutan pelayanan kelas ekonomi berdasarkan ability to pay (ATP) dan willingness to pay (WTP) masyarakat. Hal ini sebagai bentuk pelaksanaan kewajiban pelayanan publik (public service obligation/PSO) dan angkutan perintis.

Jika tarif yang ditetapkan oleh pemerintah lebih rendah daripada tarif yang ditetapkan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian dan pendapatan lebih rendah dari biaya operasi  selisihnya menjadi tanggung jawab pemerintah dalam bentuk kewajiban pelayanan publik (PSO).

Subsidi Angkutan Perintis
Sedangkan subsidi angkutan perintis terjadi karena adanya “intervensi” tarif oleh pemerintah.

Untuk pelayanan angkutan perintis, dalam hal biaya yang dikeluarkan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian untuk mengoperasikan sarana perkeretaapian lebih tinggi daripada pendapatan yang diperoleh berdasarkan tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, selisihnya menjadi tanggung jawab Pemerintah atau Pemerintah Daerah dalam bentuk subsidi angkutan perintis. (Pasal 153 ayat (2)).

Jika pendapatan yang diperoleh berdasarkan tarif yang ditetapkan oleh pemerintah lebih rendah daripada biaya untuk mengoperasikan sarana perkeretaapian  selisihnya menjadi tanggung jawab pemerintah dalam jika bentuk subsidi angkutan perintis.

Dasar Pelaksanaan PSO dan Subsidi Angkutan Perintis

Pada prinsipnya tarif angkutan orang ditetapkan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian dengan memperhatikan pedoman tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah. (Pasal 152 ayat (1)).

Pemerintah sebagai regulator menyusun aturan mengenai pedoman tarif yang harus ditaati oleh penyelenggaran sarana perkeretaapian agar tarif yang akan ditetapkan tidak membebani masyarakat khususnya masyarakat yang tidak punya pilihan (captive).

Pasal 152 ayat (2), menyatakan bahwa “Tarif angkutan orang dapat ditetapkan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah untuk:
a.         angkutan pelayanan kelas ekonomi; dan
b.         angkutan perintis”.

Agar kompensasi tidak terlalu membebani keuangan negara, PSO dan angkutan perintis hanya untuk angkutan pelayanan kelas ekonomi, yaitu angkutan orang yang dilaksanakan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian sesuai dengan standar pelayanan minimum (SPM).

Batas yang membedakan PSO dengan Subsidi Angkutan Perintis.

PSO dan Subsidi Angkutan Perintis terjadi karena adanya “intervensi” tarif oleh pemerintah, “intervensi” tarif ini dimaksudkan agar masyarakat sanggup membayar tarif angkutan. Konsekuensi dari “intervensi” tarif ini akan menjadi tanggung jawab pemerintah berupa pemberian kompensasi atas selisih tarif atau selisih antara biaya pengoperasian dengan pendapatan.

Jika angkutan pelayanan kelas ekonomi merupakan angkutan orang yang dilaksanakan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian sesuai dengan standar pelayanan minimum, maka angkutan perintis merupakan angkutan orang yang penyelenggaraan/operasinya dalam waktu tertentu untuk melayani daerah baru atau daerah yang sudah ada jalur kereta apinya dalam rangka menunjang pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas pembangunan nasional, tetapi secara komersial belum menguntungkan.

Beda PSO dengan Subsidi Angkutan Perintis
Item
PSO
Subsidi Angkutan Perintis
Tarif
ditetapkan oleh pemerintah
ditetapkan oleh pemerintah
Skema
selisih tarif.


terjadi jika tarif yang ditetapkan oleh pemerintah lebih rendah daripada tarif yang dihitung oleh penyelenggara sarana perkeretaapian berdasarkan pedoman pnetapan tarif.
selisih pendapatan dengan biaya operasi.

terjadi jika biaya yang dikeluarkan untuk mengoperasikan sarana perkeretaapian lebih tinggi dari pendapatan yang diperoleh berdasarkan tarif yang ditetapkan oleh pemerintah.  
Kelas Pelayanan
kelas ekonomi (sesuai Standar Pelayanan Minimum).
kelas ekonomi (sesuai Standar Pelayanan Minimum).
Sasaran/ Segmen
masyarakat di daerah yang sudah ada kereta apinya tetapi memiliki daya beli rendah.
masyarakat di daerah baru atau daerah yang sudah ada kereta apinya.
Tujuan
memberikan pelayanan angkutan kereta api kepada masyarakat dengan tarif terjangkau.
menunjang pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas pembangunan nasional
Kurun Waktu
selama masyarakat masih memiliki daya beli yang rendah, mekipun menguntungkan secara komersial.
selama belum menguntungkan secara komersial.


Kamis, Desember 28, 2017

LRT Sumatera Selatan


Dibangun  berdasarkan Perpres 116 tahun 2015 jo Perpres 55 tahun 2016, yang salah satu tujuannya adalah mendukung transportasi Asian Games XVIII di Jakarta dan Palembang.
LRT Sumsel merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN) sesuai Perpres 3 tahun 2015
Untuk mendukung agar pembangunan PSN berjalan lancar telah diterbitkan Inpres 1 tahun 2016.
Rute: Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II - OPI
Panjang jalur 23,4 km
Jumlah stasiun 13
Jumlah depo 1, terletak di Jakabaring
Tenaga listrik (third rail 750 VDC), disupply dari 13 substation
Jenis kontruksi: elevated dengan slab track, gauge 1067mm
Kontraktor: PT Waskita Karya (Persero) Tbk, dengan lingkup pekerjaan jalur layang, stasiun, fasilitas operasi, dan depo
Konsultan supervisi: SMEC International Pty Ltd in Association with Oriental Global Consultant
Operator: PT Kereta Api Indonesia (Persero), termasuk pengadaan sarana.