STATUS STASIUN KERETA API
(MEMBEDAH DOKUMEN HUKUM UNTUK
MEMPERJELAS STATUS STASIUN)
1.
Pengertian Prasarana Perkeretaapian
Sesuai UU 23/2007, prasarana
perkeretaapian terdiri atas jalur KA, stasiun, dan fasilitas operasi.
2.
Kepemilikan Prasarana
Perkeretaapian
PP 56/2009, Pasal 402
Prarasana
perkeretaapian umum, baik yang beroperasi maupun yang tidak beroperasi, terdiri
atas barang milik negara (kekayaan negara yang tidak dipisahkan) dan kekayaan negara
yang dipisahkan.
Kekayaan negara yang
dipisahkan mekanismenya melalui PP penyertaan modal/ saham negara pada BUMN.
PP 6/2006, Pasal 1
angka 19
PMN adalah pengalihan
kepemilikan barang milik negara dan/atau uang yang semula merupakan kekayaan
yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan
sebagai modal/saham negara pada badan usaha milik negara atau badan hukum
lainnya yang dimiliki negara.
3.
Status stasiun kereta
api
Untuk menganalisis status stasiun kereta api sebagai
prasarana perkeretaapian dapat menggunakan pendekatan isitilah yaitu “prasarana
pokok” sebagaimana PP 57/1990 dan ”bangunan stasiun” sebagaimana PP 56/2000
a.
PP
57/1990 – perubahan bentuk perusahaan kereta api dari Perjanka menjadi Perumka
Dalam
PP 57/1990 terdapat istilah PRASARANA POKOK dalam Pasal 8 ayat (2), yang
bunyinya kurang lebih sebagai berikut:
Kekayaan
negara yang menjadi Modal Perumka = nilai seluruh kekayaan Negara yang telah
tertanam di Perjanka KECUALI PRASARANA POKOK berupa:
1)
jalan
kereta api
2)
perlintasan
3)
jembatan
4)
terowongan
5)
perangkat
persinyalan dan telekomunikasi, instalasi sentral listrik beserta aliran atas
6)
tanah
dimana bangunan tersebut terletak, serta
7)
tanah
rumija dan rumaja.
Lalu
bagaimana status stasiun kereta api, apakah termasuk yang di-PMN-kan?
Kalau
memperhatikan PP 57/1990, Pasal 8 ayat (2), stasiun termasuk salah satu
prasarana yang diPMN-kan.
Bagian
stasiun mana yang diPMN-kan?
Sesuai
PP 56/2009, stasiun terdiri atas emplasemen dan bangunan stasiun.
b.
PP
56/2000 – Penambahan penyertaan modal negara (PMN) ke dalam modal saham PT.KAI
Penambahan PMN berupa sarana dan prasarana
kereta api, persediaan, serta fasilitas yang pembangunannya berasal dari APBN
TA 1984/1985 s/d 1998/1999.
Dalam PP 56/2000 ini terdapat 9 gedung
stasiun (Surabaya Pasarturi, Gambir, Kampung Bandan, Jayakarta, Cikini, Mangga
Besar, Sawah Besar, dan Juanda, Tanah Abang) YANG SUDAH MENGALAMI PEMBANGUNAN
KEMBALI ATAU REHABILITASI.
Pertanyaan dan jawaban berikut akan sangat
membantu kejelasan status stasiun:
1)
kenapa
10 bangunan stasiun dimasukkan dalam PP 56/2000?
-
karena
nilai bangunan dari ke-10 stasiun tersebut BERUBAH dan ini merupakan tambahan
modal negara kepada BUMN PTKAI.
2)
bagaimana
dengan tanah dimana bangunan stasiun tadi terletak?
-
tanah
termasuk prasarana pokok yang tidak diserahkan
3)
bagaimana
dengan bangunan stasiun2 yang lain?
-
karena
nilai bangunan stasiun sejak PP 57/1990 tidak mengalami perubahan, sehingga tidak
perlu dimasukkan dalam PP 56/2000.
Dengan demikian jika tidak ada perubahan
nilai atas bangunan stasiun karena rehabilitasi (misal Stasiun Tanahabang,
Surabaya Pasarturi, Kampungbandan) atau perubahan nilai bangunan stasiun karena
pembangunan kembali akibat jalur kereta dibuat elevated (misal Cikini,
Gondangdia, Gambir, Juanda, Sawah Besar, Mangga Besar, Jayakarta). Jadi ke-10 bangunan
stasiun tadi sebenarnya sudah diPMN-kan melalui PP 57/1990, dan karena terjadi
perubahan nilai bangunan kemudian ditambahkan nilai bangunan tadi dalam PMN melalui
PP 56/2000 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara ke PT.KAI.
4)
kalau
tidak ada 10 bangunan stasiun dalam PP 56/2000, bagaimana seluruh stasiun yang
tidak disebut prasarana pokok?
-
sebagai
kekayaan negara yang dipisahkan sebagai modal PT.KAI
5)
bagaimana
kalau tidak ada pekerjaan pembangunan/rehabilitasi di 10 stasiun tadi?
-
jumlah/nilai
PMN dalam PP 56/2000 berkurang
Pembangunan atau rehabilitasi 10 bangunan
stasiun tadi terjadi sebelum tahun 1985, hal ini diperkuat dengan terbitnya Perpres
26/1982 tentang Pembentukan Team Koordinasi Pengendalian Pembangunan Kereta Api
Jabotabek yang telah diubah dengan Perpres 67/1983. Yang menjadi bahan
pertimbangan terbitnya Perpres 26/1982 adalah: agar semua pembangunan kereta api untuk angkutan kota di DKI dan
Jabotabek HARUS TELAH BERFUNGSI pada tahun 1985.
Pada waktu itu terdapat pembangunan elevated track untuk lintas tengah
(Cikini, Gondangdia, Gambir, Juanda, Sawah Besar, Mangga Besar, Jayakarta)
serta rehabilitasi bangunan Stasiun Surabaya Pasarturi, Kampung Bandan, dan “over track” bangunan Stasiun Tanah Abang.
4.
Komponen Stasiun
Dalam PP 56/2009 tentang Penyelenggaraan
Perkeretaapian, stasiun memiliki komponen empalesemen dan bangunan stasiun.
a.
emplasemen:
1)
jalan
rel
2)
fasilitas
pengoperasian kereta api
3)
drainase.
b.
bangunan
stasiun:
1)
gedung
2)
instalasi
pendukung seperti instalasi listrik, air, pemadam kebakaran
3)
peron.
Jika dicermati PP 56/2009 ini, maka:
a.
bangunan
stasiun (disebut “gedung stasiun” dalam PP 56/2000) merupakan PRASARANA TIDAK
POKOK yang merupakan kekayaan negara yang telah dipisahkan melalui PP 57/1990 -
perubahan bentuk badan usaha dari Perjanka menjadi Perumka.
b.
emplasemen,
yang diartikan kumpulan “JALAN REL”
di area stasiun dengan batas-batas tertentu dan dilengkapi dengan ALAT PENGAMAN (wesel dan sistem
persinyalan), sesuai dengan PP 57/1990 merupakan prasarana pokok.
5.
Kesimpulan
Meskipun dalam PP 57/1990 tidak menyebut “stasiun
sebagai prasarana pokok” berarti stasiun sudah di PMN-kan ke Perumka/PTKAI, dan
jika kita membedah dokumen hukum, bahwa stasiun yang sudah diPMN-kan tersebut hanya bangunan/gedung
stasiun TIDAK TERMASUK TANAH DIMANA BANGUNAN STASIUN BERDIRI DAN TANAH YANG MERUPAKAN
DAERAH KERJA STASIUN.
Stasiun harus dipilah2 agar diketahui mana yang
benar-benar untuk kepentingan operasional kereta api dan mana yang bukan.
Sesuai PP 57/1990 dan PP 56/2000, maka:
a.
Stasiun
yang komponennya EMPLASEMEN merupakan barang milik negara yang TIDAK DIPISAHKAN
.
b.
Stasiun
yang komponennya bangunan merupakan barang milik negara yang dipisahkan.