1. LATAR BELAKANG
Jakarta sebagai Ibukota Negara memiliki jumlah penduduk terpadat di Indonesia, tahun 2006 berdasarkan data dari BPS tercata bahwa jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta 8.961.680 jiwa. Jumlah orang yang melakukan pergerakan berbeda untuk waktu siang dan malam hari. Jumlah perjalanan orang untuk siang hari meningkat sangat tajam karena sebagian orang yang melakukan perjalanan datang dari wilayah sekitarnya seperti Kab/Kota Bekasi, Kab/Kota Bogor, Kota Depok, dan Kab/Kota Tangerang.
Sebagai pusat kegiatan, Jakarta merupakan wilayah yang paling tinggi mobilitasnya. Mobilitas masyarakat dilayani dengan bermacam sarana angkut yaitu kereta api, bus kota (termasuk busway), angkutan kota lainnya, yang mengantarkan orang/penumpang dari tempat satu ke tempat lain sesuai dengan tujuan perjalanannya.
Besarnya mobilitas dan terbatasnya infrastruktur, Jabodetabek selalu dihadapkan pada masalah klasik yaitu kemacetan lalulintas, meskipun saat ini Pemerintah Provinsi Jakarta telah menerapkan manajemen lalulintas melalui pembatasan jumlah penumpang kendaraan pribadi, “three in one”, dan sedang mengembangkan jalur-jalur angkutan massal berbasis jalan seperti busway, namun kemacetan tidak berkurang. Hal ini karena tingkat penggunaan kendaraan pribadi dan sepeda motor masih sangat tinggi akibat angkutam umum masal yang belum nyaman dan belum dikembangkannya busway hingga ke wilayah sekitar Jakarta, sehingga peran angkutam umum masal seperti busway yang diharapkan sebagai penetrasi masih belum kelihatan.
Upaya mengatasi kemacetan Jakarta dengan berbagai manajemen lalulintas yang sophisticated tampak belum mebuahkan hasil, karena upaya-upaya yang dilakukan masih bersifat sektoral. Untuk itu upaya mengatasi kemcetan harus melibatkan berbagai instansi dan harus mengesampingkan ego sektoral.
2. KEBUTUHAN TRANSPORTASI KA JABODETABEK
Dengan terbatasnya prasarana (jaringan KA) yang ada, peran kereta api Jabodetabek masih sangat kecil, meskipun Jakarta telah memiliki jalur lingkar dan tengah, serta 4 jalur yang menghubungkan wilayah sekitarnya menuju Bogor/Depok, Tangerang, dan Bekasi. Kendala yang dihadapi KA Jabodetabek dewasa ini antara lain jaringan yang masih campur antara KA komuter dengan KA jarak jauh, sering terjadi kecelakaan terutama yang disebabkan oleh faktor dari luar seperti banjir, dan gangguan listrik aliran atas akibat tertimpa pohon tumbang, dan rawannya pencurian kabel sinyal, kualitas pelayanan rendah, jumlah armada terbatas dan sudah tua, waktu tempuh lama, belum terpadu dengan moda transportasi lain, dan penyelenggaraan KA masih single operator. Kendala-kendala tersebut sangat berpengaruh.pada jumlah penumpang/share KA 2%-3% dari keseluruhan jumlahpenumpang di Jabodetabek.
KA Jabodetabek mengangkut penumpang per hari 500.000 penumpang, dengan pelayanan headway mencapai 5-10 menit. Hingga tahun 2010 dengan peningkatan jumlah sarana diharapkan akan melayani penumpang dengan headway 3-6 menit dan penumpang yang diangkut pun akan meningkat.
Upaya peningkatan kenyamanan penumpang yang harus melakukan perpindahan moda, mutlak harus dipikirkan dan disediakan, baik penyediaan infrastruktur maupun penciptaan system yang baik antar penyelenggaran angkutan massal di Jakarta melalui peran pemerintah sebagai mediator.
Banyak dan beragamnya daya beli dan tingkat kehidupan masyarakat di Jabodetabek, masih menuntut penyediaan pelayanan dalam segmen-segmen yang berbeda, yaitu pelayanan ekonomi dan non ekonomi. Jenis pelayanan yang berbeda, terletak pada fasilitas yang disediakan oleh para operator untuk memberikan kenyamanan yang lebih sesuai dengan tarif yang dibayar oleh penumpang.
Untuk melayani penumpang pemerintah telah menyediakan KRL AC yang melayani Jakarta-Bogor dan Jakarta-Bekasi dengan tariff yang relative murah yaitu Rp. 6.000,- Upaya ini dimaksudkan untuk menarik penumpang dari moda lain sehingga mengurangi kemacetan.
3. KONDISI PERKERETAAPIAN JABODETABEK
a. Jumlah Penumpang dan Perkiraan Jumlah Perjalanan
Jumlah penumpang KA di Jakarta secara keseluruhan, menurut Jakarta Dalam Angka 2006/2007, pada tahun 2006 mencapai 123.188.270 penumpang yang terdiri atas penumpang luar kota menuju Jakarta 7.676.839 penumpang, penumpang menuju luar kota 10.931.711 penumpang, dan penumpang Jabotabek 104.579.720 penumpang.
b. Prasarana kereta api.
Jaringan KA di Jakarta masih belum dipisahkan antara KA komuter dan KA jarak jauh, meskipun semua sudah double track (kecuali jalur ke Tangerang), bercampurnya pengoperasian ini membuat pelayanan KA komuter kurang optimal terutama frekuensi, karena berbagi kapasitas antara KA komuter dan KA jarak jauh.
Jaringan pelayanan KA komuter yang ada menghubungkan antara Jakarta dengan Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) dengan lintas pelayanan KA komuter, yaitu:
- Manggarai – Depok – Bogor
- Jatinegara – Bekasi
- Tanah Abang – Serpong, dan
- Duri – Tangerang.
Disamping 4 jalur tadi masih terdapat jalur Jakartakota-Tanjung Priok, dan rencana jalur baru dari Angke menuju Bandara Soekarno-Hatta.
Panjang masing-masing lintas adalah: jalur lingkar 29,7 km, jalur Manggarai-Depok 44,9 km, jalur tengah (Manggarai-Jakarta Kota) 9,9 km, jalur Jatinegera-Bekasi 14,8 km, Jalur Tanah Abang-Serpong 23,3 km, Jalur Duri-Tangerang 19,3 km, Jalur Kampung Bandan-Tanjung Priok 6,7 km, dan Kampung Bandan-Jakarta Kota 1,4 km.
c. Sarana kereta api.
Sarana KA Jabodetabek terdiri atas KRL AC dan non AC dengan jumlah secara keseluruhan mencapai 500 unit, yang terdiri atas KRL non AC 280 unit dan KRL AC 220 unit.
4. REVITALISASI PERKERETAAPIAN DI JABODETABEK
Pudarnya kesadaran publik mengakibatkan menurunnya vitalitas perkeretaapian. Untuk itu pemerintah sedang berupaya untuk merevitalisasi perkeretaapian agar menuju kinerja KA yang lebih baik dengan target peningkatan angkutan perkotaan Jabodetabek dari 104,42 juta pnp/thn pada tahun 2006 menjadi 141,73 juta pnp/thn pada tahun 2010.
Revitalisasi KA Jabodetabek ditujukan untuk:
a. meningkatkan pelayanan KA (kapasitas, kenyamanan, dan optimalisasi jaringan)
b. meningkatkan kualitas transportasi (mengurangi kemacetan, mengurangi konsumsi BBM, mengurangi polusi, dan mengurangi waktu perjalanan).
Selain hal tersebut di atas, UU No. 23 tahun 2007 juga mengamanatkan kepada Pemerintah untuk menyehatkan PT KA yang hingga kini masih merupakan BUMN satu-satunya yang menyelenggarakan perkeretaapian. Upaya penyehatan yang dilakukan antara lain akan dilakukannya inventarisasi aset serta audit kinerja dan keuangan. Penyehatan ini dimaksudkan untuk menyiapkan PT. KA mengahadapi masuknya operator baru dalam bisnis perkeretaapian. Kerja besar lain yang akan dilakukan pemerintah dalam rangka revitalisasi perkeretaapian adalah melakukan pemisahan (spin off) KA Jabodetabek.
Revitalisasi perkeretaapian Jabodetabek difokuskan pada kegiatan:
a. Penyempurnaan pola operasi dan pengembangan fasilitas jalur lingkar (loop line)
b. Pemisahan KA jarak jauh dengan KA kommuter (Double double track/DDT Manggarai – Bekasi dan elektrifikasi jalur Bekasi -Cikarang)
c. Akses kereta api menuju Bandara Soekarno-Hatta (Integrasi KA dengan angkutan udara)
d. Pembangunan jalur KA dari Stasiun Pasoso menuju Pelabuhan Tanjung Priok (integrasi KA dengan angkutan laut)
e. Pembangungunan double track lintas Tanah Abang-Serpong-Maja-Rangkasbitung dan Pilot Project Penggunaan Sistem Tiket Elektronik.
f. Membangun jalur baru mass rapid transit (MRT) lintas Lebak Bulus-Dukuh Atas-Jakarta Kota
Penjelasan terhadap masing-masing kegiatan adalah sebagai berikut:
a. Penyempurnaan pola operasi jalur lingkar (loop line) dan pengembangan fasilitas.
Jalur lingkar menghubungkan Jatinegara – Manggarai - Tanah Abang – Duri - Angke – Kampungbandan – Kemayoran – Pasarsenen – Jatinegara.
Pola jalur melingkar ini masih dalam penyempurnaan mengingat jalur lingkar ini belum sepenuhnya berfungsi sebagai loop line karena belum tersambungnya Pondok Jati dengan Manggarai (short cut) dan belum dipisahnya jalur Bogor dan Jalur Tengah (Manggarai-Jakarta Kota).
Disamping penyempurnaan loop line, secara bertahap Pemerintah juga sedang mengembangkan fasilitas yang berada di jalur ini. Fasilitas-fasilitas yang sedang dibangun untuk mendukung pengoperasian KA jalur lingkar antara lain:
1) Meningkatkan fasilitas operasi, dengan revitalisasi beberapa stasiun
Stasiun sebagai tempat untuk naik/turun penumpang beberapa diantaranya masih kurang layak, terlihat kumuh, dan belum tertata baik, sehingga kurang nyaman karena penyediaan prasarana dan sarana masih kurang memadai maupun penciptaan sistem yang baik masih kurang mendapat perhatian. Hal ini diakibatkan karena tidak dijangkaunya kawasan stasiun tersebut (terisolir). Stasiun yang demikian lama-kelamaan menurun vitalitasnya. Penurunan vitalitas berdampak pada menurunnya kinerja dan produktifitas jasa perkeretaapian. Lambat-laun seiring dengan berjalannya waktu akan diikuti dengan menurunnya nilai properti akibat rusaknya bentuk dan fungsi stasiun, karena terjadinya degradasi kualitas lingkungan dan kerusakan bentuk dan ruang kawasan stasiun.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk:
a) mendukung dan memfasilitasi wilayah-wilayah yang sudah berkembang atau yang akan dikembangkan yang mempunyai tarikan dan bangkitan perjalanan tinggi sehingga memudahkan masyarakat melakukan mobilitas.
b) meningkatkan peran stasiun dan menghidupkan kembali stasiun-stasiun dalam kota Jakarta yang potensial dan stasiun lain di kawasan Jabodetabek dalam rangka mendukung pengoperasian KA jalur lingkar dan KA Bandara.
c) menemukan kembali potensi yang dimiliki atau pernah dimiliki atau seharusnya dimiliki oleh bangunan stasiun baik dari segi sosio-kultural, sosio-ekonomi, segi fisik, dan lingkungan.
d) membantu menciptakan kesan Jakarta sebagai ibukota negara dengan menghadirkan stasiun-stasiun yang representatif dan nyaman.
e) memberikan peningkatan kualitas pelayanan, aksesibilitas, dan kemudahan melakukan perpindahan moda.
f) Mereduksi penumpang tak berkarcis.
g) memberdayakan stasiun-stasiun, menghidupkan kembali aktivitas dan vitalitas di stasiun, serta mewujudkan stasiun yang layak dan representative.
Melalui penyempurnaan pola operasi jalur lingkar (loop line) dan pengembangan fasilitas diharapkan operasi KA dapat optimal, terpadu dengan moda lain dalam kesatuan system transportasi makro Jakarta, mampu menarik orang untuk menggunakan KA, dan menjadikan KA mempunyai daya saing yang tinggi.
2) Revitalisasi pada perlintasan sebidang dengan pembangunan baru perlintasan baik elevated crossing maupun elevated track.
b. Pemisahan KA jarak jauh dengan KA kommuter (Double double track/DDT Manggarai – Bekasi dan elektrifikasi jalur Bekasi -Cikarang)
Double-double track Manggarai – Bekasi ditujukan untuk memisahkan operasi KA antarkota dan KA komuter, sehingga perjalanan kereta api tidak saling mengganggu. DDT ini direncanakan hingga Stasiun Cikarang. Untuk tahap I sepanjang 18 km merupakan DDT dari Manggarai-Bekasi dan elektrifikasi dari Bekasi-Cikarang sepanjang 17 km. Tahap berikutnya DDT dari Bekasi-Cikarang.
c. Akses kereta api menuju Bandara Soekarno-Hatta (Integrasi KA dengan angkutan udara)
Berdasarkan data jumlah penumpang angkutan udara di Bandara Soetta pada tahun 2006 telah mencapai 28,96 juta penumpang dan perkiraan pada tahun 2015 akan mencapai 58 juta penumpang. Selain KA Bandara ini membidik penumpang angkutan udara, juga karyawan yang bekerja di lingkungan Bandara yang mencapai kurang lebih 38 ribu orang, sehingga pergerakan orang ke dan dari Bandara Soetta cukup tinggi.
Akses menuju Bandara Soetta hanya satu alternatif yaitu melalui jalan raya, baik jalan tol maupun jalan non tol yang saat ini kelancaran lalulintasnya sangat tergantung pada kondisi alam, dimana pada musim penghujan sering terandam air (banjir). Sebagai Bandara yang dikunjungi oleh lebih dari 10 juta orang sudah selayaknya dilengkapi dengan fasilitas angkutan KA sebagai alternatif selain jalan raya.
Pebangunan jalan rel menuju Bandara Soetta ini dimulai dari Stasiun Angke dan menuju Bandara Soetta yang terkoneksi dengan jaringan jalur KA Jabodetabek. Pihak yang selama ini berminat adalah PT. Railink yang merupakan perusahaan patungan antara PT. KA (Persero) dengan PT. AP II (Persero)
d. Pembangunan jalur KA dari Stasiun Pasoso menuju Pelabuhan Tanjung Priok (integrasi KA dengan angkutan laut)
Pelabuhan Tanjung Priok merupakan salah satu pelabuhan utama untuk kegiatan ekspor/impor, sehingga arus keluar/masuk peti kemas sangat tinggi. Sementara ini jaringan KA yang ada hanya sampai di Stasiun Pasoso, mengingat angkutan KA sangat tepat untuk angkutan peti kemas mengingat murah, aman, dan tidak menimbulkan kemacetan lalulintas di jalan raya, pemerintah ingin agar jalur KA dapat masuk hingga sisi dermaga.
Disamping itu mengungat peranan angkutan KA dalam penyelenggaraan angkutan peti kemas dari dan ke pelabuhan Tanjung priok masih sangat kecil (1 KA per hari yang terdiri atas 17 gerbong yang hanya mengangkut 34 TEUS).
Jarak Stasiun Pasoso dengan pelabuhan Tanjung Priok adalah 2,2 km (dermaga JITC/KOJA), karena belum adanya jalur KA ke dermaga tersebut, peti kemas yang diangkut dengan KA harus diturunkan di TPK Pasoso, kemudian diangkut dengan trailer menuju dermaga JICT/KOJA. Akibat double handling ini, biaya dan waktu angkut meningkat sehingga tidak kompetitif terhadap moda angkutan jalan raya.
Dengan dibangunnya jalur KA Pasoso ke pelabuhan Tanjung Priok diharapkan dapat:
- meningkatkan peranan KA sebagai sarana angkutan peti kemas ke pelabuhan.
- Mengurangi kemacetan lalulintas di sekitar pelabuhan Tanjung Priok.
- Mengurangi tingkat kerawanan/gangguan terhadap angkutan peti kemas di jalan raya.
- Meningkatkan arus keluar/masuk barang di pelabuhan Tanjung priok.
e. Pembangungunan double track lintas Tanah Abang-Serpong-Maja-Rangkasbitung dan Pilot Project Penggunaan Sistem Tiket Elektronik.
Pertumbuhan dan perkembangan perumahan di wilayah Serpong dan sekitarnya hingga ke Rangkasbitung dan pertumbuhan jumlah angkutan batubara yang melintas jalur ini. Mengingat perjalanan komuter dari daerah ini sangat besar akibat pesatnya pembangunan perumahan, Pemerintah telah mengembangkan jalur ini menjadi double track hingga ke Serpong, dan ke depan akan diperpanjang hingga ke Rangkasbitung.
Selain double track untuk mengurangi penumpang yang tidak berkarcis, lintas ini telah menerapkan sistem tiket elektronik yang merupakan pilot project Pemerintah.
Seiring dengan peningkatan frekuensi KA dan pertumbuhan lalulintas kendaraan, ke depan pemerintah berkeinginan jalur Serpong ini bangun elevated karena banyaknya jumlah pintu perlintasan yang berpotensi terjadinya kemacetan lalulintas dan kecelakaan antara KA dengan kendaraan.
Tujuan pengembangan jalur ini adalah:
- meningkatkan kapasitas untuk memenuhi pertumbuhan permintaan baik penumpang dan barang.
- Mengurangi waktu tempuh and untuk menyediakan sistem operasi yang memiliki level keselamatan yang tinggi.
- Untuk mendukung pelayanan umum dan pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan keselamatan, tepat waktu dan angkutan yang murah bagi masyarakat.
- Mengurangi kemacetan jalan raya.
f. Membangun jalur baru mass rapid transit (MRT) lintas Lebak Bulus-Dukuh Atas-Jakarta Kota
Semakin padatnya arus kendaraan yang melintas di koridor Lebakbulus-Dukuh Atas-Jakarta Kota, terutama pada jam-jam sibuk Jakarta dihadapkan pada kemacetan yang parah. Akibat kemacetan, tidak hanya perjalanan kurang yang dilakukan nyaman, tetapi pemerintah DKI juga dihadapkan pada masalah pencemaran udara yang serius. Pengembangan jalur busway yang dilakukan oleh Pemerintah DKI masih belum mengurangi minat masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadinya, bahkan cenderung semakin meningkat.
MRT di koridor ini direncanakan dengan heavy rail sepanjang 20,45 km antara Lebakbulus-Jakarta Kota. Pada tahap awal MRT akan dibangun untuk lintas Lebakbulus-Dukuh Atas 14,3 km, yang terintegrasi dengan jalur KA Jabodetabek dan rencana KA Bandara Soetta.
Pembangunan MRT ini dilaksanakan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan dana pinjaman dari JBIC. Saat ini pembangunannya sudah memasuki seleksi konsultan untuk pekerjaan disain rinci.
Dengan adanya MRT ini diharapkan:
- Mengurangi kemacetan jalan raya.
- Penyiapkan pelayanan angkutan umum yang efisien dan sistem angkutan feeder.
- Untuk meningkatkan perjalanan komuter pada jalur KA eksisting dan sistem transportasi jalan raya.
- Untuk mendukung tumbuhnya perekonomian, dengan kesempatan kerja, dll.
- Untuk mempromosikan swastanisasi perkeretaapian di Indonesia, paling tidak terdapat operator lain selain PT. KA.
5. TINDAKAN MENDESAK
Dalam rangka mengahadapi masuknya operator baru dalam bisnis perkeretaapian, Pemerintah diamanatkan untuk secepatnya menyehatkan PT. KA sebagai satu-satunya BUMN perkeretaapian. Karena dalam UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian saatnya terbuka bagi Pemda dan Swasta untuk menyelenggarakan bisnis perkeretaapian.
Kerja besar lain yang akan dilakukan pemerintah dalam rangka revitalisasi perkeretaapian adalah melakukan pemisahan (spin off) KA Jabodetabek.
Integrasi angkutan untuk mendukung system transportasi makro Jakarta, dengan menyiapkan KA yang lebih representative untuk mewujudkan pelayanan yang terpadu. Keterpaduan dapat dilaksanakan antaroperator dengan menciptakan jaringan pelayanan dan system tiket yang terintegrasi.
Dengan keterpaduan tiket, menurut hitungan mestinya harus lebih murah, karena jika penumpang diharuskan membayar dua kali untuk moda yang berlainan tiketnya akan mahal, dan akibatnya orang tidak akan tertarik menggunakan pelayanan moda transportasi dengan system tiket terpadu.
6. PELUANG USAHA OLEH SWASTA
Dengan diuandangkannya UU No. 23/2007 tentang Perkeretaapian, kini terbuka peluang pihak lain sebagai penyelenggara perkeretaapian baik sebagai pihak yang membangun, mengoperasikan, memelihara dan merawat.
Di satu sisi pemerintah sedang menyiapkan perangkat lunak yang mengatur mengenai mekanisme dan prosedur perizinan penyelenggaraan perkeretaapian.
7. KESIMPULAN
Kereta api yang semula hanya sebagai alternatif diharapkan menjadi tulang punggung. Melalui program revitalisasi baik kelembagaan maupun pembangunan, pemerintah berharap KA yang semula hanya sebagai alternative akan menjadi tulang punggung transportasi di Jabodetabek dan kemacetan jalan raya dapat dikurangi, sehingga perbaikan lingkungan kota karena polusi akan menghasilkan produktifitas kerja.